KABARFRESH.COM – RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon memberikan klarifikasi terkait video yang viral di media sosial mengenai biaya administrasi persalinan yang awalnya mencapai Rp. 17 juta dan akhirnya disesuaikan menjadi Rp. 13 juta. Sabtu (22/6/2024)
Video tersebut menampilkan pernyataan Ketua Exco Cirebon, Moh. Machbub, yang menceritakan bahwa istri dari saudaranya dirujuk ke RSUD Arjawinangun pada 11 Juni 2024 sekitar pukul 22.00 WIB.
“Alhamdulillah, pada pagi hari 12 Juni, persalinan berlangsung dengan baik dan ibu serta bayi dalam kondisi sehat, pasien diperbolehkan pulang pada 13 Juni,” ungkap Machbub.
Pada saat masuk RSUD Arjawinangun, pasien tidak terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan, sehingga diberi waktu tiga hari untuk mengurus administrasi. Namun, karena kuota Universal Health Coverage (UHC) di Kabupaten Cirebon penuh, pasien harus membayar biaya sendiri.
“Keluarga terkejut saat diberitahu bahwa biaya total mencapai Rp. 17 juta, dengan rincian biaya bayi Rp. 3.597.127, biaya ibu Rp. 12.094.230, dan biaya penanganan IGD Rp. 1.666.804. Setelah klarifikasi, biaya dikurangi menjadi Rp. 13 juta,” ujar Machbub.
Dirut RSUD Arjawinangun, dr. Bambang Sumardi, menanggapi video tersebut. Ia menyebutkan bahwa permasalahan ini disebabkan oleh miskomunikasi terkait Perda baru yang mulai berlaku sejak 5 Februari 2024.
“Perda ini memang membawa kenaikan tarif yang signifikan dan perlu dievaluasi. Namun, sosialisasi mengenai Perda baru ini kurang sehingga masyarakat terkejut dengan kenaikan tarif,” katanya.
Bambang menegaskan, kenaikan tarif ini diperlukan untuk menyesuaikan nilai yang sudah tidak realistis sejak Perda tahun 2009. Kenaikan tarif bervariasi, seperti biaya pendaftaran poliklinik yang naik dari Rp. 25 ribu menjadi Rp. 150 ribu.
“Jika pasien memiliki BPJS atau PBI, kenaikan tarif ini tidak menjadi masalah. Masalah muncul ketika pasien tidak memiliki BPJS atau PBI dan kuota UHC habis,” tegasnya.
Terkait potongan biaya dari Rp. 17 juta menjadi Rp. 13 juta, Bambang menjelaskan bahwa itu bukanlah diskon melainkan pengurangan dari jasa pelayanan.
“Kami mengurangi tarif jasa karena kasihan, tetapi biaya obat tidak bisa dikurangi karena merupakan modal.” ujar Bambang.
Bambang juga membantah tuduhan bahwa RSUD Arjawinangun mempersulit proses billing, karena di RSUD Arjawinangun sistemnya billing akan keluar jika sudah melakukan pembayaran.
“Sistem kami memang mengharuskan billing dicetak setelah pembayaran dilakukan. Kami selalu memberikan solusi dengan foto billing dari komputer jika diperlukan.” terangnya.
Bambang juga menyampaikan pada proses persalinan ditemukan kesulitan yaitu posisi bayi yang susah untuk keluarnya. Bahkan pihaknya juga mendapat kabar kalau pasien tersebut akan menjalani operasi namun keluarga pasien menolak, sehingga dokter melakukan induksi.
Setelah bayi lahir diberikan perawatan khusus karena bayi lahir dengan induksi persalinan.
“Pada kasus tersebut, persalinan mengalami komplikasi sehingga dirujuk ke rumah sakit, seharusnya persalinan normal dapat selesai di Poned tanpa perlu dirujuk,” tambah Bambang.
RSUD Arjawinangun juga menghimbau masyarakat untuk memastikan keikutsertaan dalam BPJS kesehatan sebelum menjalani proses persalinan, guna menghindari masalah administrasi seperti kasus yang viral ini.
“Pada kasus persalinan ini, ada proses sembilan bulan mengandung dan seharusnya masyarakat mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS pada saat proses mengandung tersebut,” tutup Bambang.***