KABARFRESH.COM — Pengurus Wilayah (PW) Robithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Jawa Barat bekerjasama dengan RMI PCNU Kabupaten Cirebon dan Ponpes Darurrahmah menggelar acara workshop dengan tema “Pemberdayaan Wakaf Berbasis Pesantren” di pondok pesantren Darurrahmah Kertasari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Minggu (13/10/2024)
Acara workshop dihadiri 100 lebih peserta dari pimpinan pondok pesantren dan lembaga keagamaan se-ciayumajakuning. Hadir pada acara itu, ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Weru, dan beberapa perwakilan pondok pesantren dari luar kota lainnya.
Acara workshop dibuka langsung oleh tuan rumah penyelenggara, KH. Warso Winata, Lc., MA, Pengasuh Pondok Pesantren Darurrahmah Cirebon, sambutan oleh Ketua RMI PWNU Jawa Barat, Kyai Abdurrahman, S.Pd.I., dan Ketua RMI PCNU kabupaten Cirebon, K. Hasyim Asy’ari, S.Pd.I.
Workshop pemberdayaan wakaf berbasis pesantren ini mengahadirkan para pemateri dengan spesifikasinya: KH. Dr. Tatang Astarudin, S.Ag, SH., M.Si. (Wakaf dan Kemandirian Pesantren), KH. Warso Winata, Lc., MA (Pemberdayaan Wakaf berbasis Pesantren), Kyai Mohammad Jamaluddin, S.Pd.I (Peranan Baznas dalam Wakaf berbasis Pesantren), Ny. Hj. Iis Fayzul Wava, A.Md., S.Pd.I (Pemberdayaan Enterpreneurship berbasis Pesantren), dipandu moderator acara, Ustadz Ahmad Fadholi, Lc., M.H.I.
KH. Warso Winata, Pengasuh Ponpes Darurrahmah Cirebon dan Praktisi Pemberdayaan Wakaf, menyampaikan bahwa pesantren Darurrahmah yang berdiri sejak tahun 2020 ini merupakan hasil wakaf, dan selama 4 tahun berjalan alhamdulillah terus berkembang.
KH. Warso menjelaskan, Ponpes Darurrahmah dikelola untuk lembaga pesantren dan pendidikan nasional dengan menerapkan sistem pendidikan dan pengajaran terpadu, dan juga unit usaha sebagai upaya kemandirian ekonomi pesantren.
“Dalam menciptakan kemandirian ekonomi pesantren, santri diharuskan berbelanja di unit-unit usaha pesantren. Karena ini sebagai bentuk kontribusi untuk pengembangan pesantren,” tuturnya.
Membangun sebuah pesantren, juga harus berfikir bagaimana caranya menambah jumlah santri dan menjalin kemitraan lembaga. Karena dari situ lembaga dapat cepat berkembang,” tambah KH. Warso.
KH. Dr. Tatang Astarudin, S.Ag., SH., M.Si, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Universal Bandung dan Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) periode 2024-2027 mengatakan, wakaf merupakan spirit pesantren, adanya wakaf menandakan di situ ada sebuah peradaban.
Ia juga menjelaskan, mengenai perwakafan, terdapat beberapa modal, yaitu: modal legal-institusional (dasar undang-undang), modal intelektual (pemikir dan penggagas), modal financial (biaya), modal sosial (dukungan masyarakat), dan modal networking (jaringan).
Lebih lanjut, KH. Tatang menegaskan, bahwa pesantren perlu untuk membangun ekosistem (wakaf Produktif) dan mengembangkannya.
KH. Tatang juga sempat mengkritisi sistem kapitalis-religious.
“Kita ini sedang membangun ekosistem, bukan saling membanggakan pesantren, sebaliknya kita harus saling memback-up pesantren, bukan memaksa pesantren, sehingga tidak tercipta kapitalis-religious,” tandasnya.
KH. Tatang juga berpesan, bahwa sebaiknya kita fokus pada kebaikan yang kita lakukan hari ini.
Kyai Mohammad Jamaluddin, S.Pd.I, Wakil Ketua IV Baznas Kabupaten Cirebon mengatakan, bahwa dalam pengelolaan wakaf, harus aman secara syar’i, regulasi dan juga NKRI.
“Dalam pelaksanaan dan pengelolaan wakaf, harus aman Syar’i, aman Regulasi, dan aman NKRI,” katanya.
Kyai Jamal juga menjelaskan, ada sebuah paradigma modernis melihat pondok pesantren, sehingga pesantren yang sudah besar semakin maju, sementara yang masih tertinggal susah untuk berkembang. Maka perlu adanya reformasi regulasi agar tercipta keseimbangan dan keadilan.
Lembaga Filantropi yang ada juga seharusnya dikelola dengan baik agar ada trust di mata masyarakat. Berangkat dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk Masyarakat,” tambahnya.
Nyai Hj. Iis Fayzul Wava, A.Md., S.Pd.I, Pengasuh Ponpes Tahsinul Akhlaq dan Praktisi Enterpreneurship berbasis Pesantren mengatakan, pondok pesantren memiliki karakteristik dan kebijakan tersendiri, banyak hal yang bisa dilakukan untuk kemandirian ekonomi pesantren, seperti kantin, air isi ulang, fashion, dll. sesuai dengan minat dan kecocokan pesantren.
“Tidak semua santri harus berwirausaha, akan tetapi sebaiknya ada sebagian santri yang fokus di bidang itu, karena tugas santri sesungguhnya adalah belajar,” katanya. Hal ini juga sebagaimana dikatakan KH. Tatang.
Sebagai upaya kemandirian dan pengembangan ekonomi pesantren, produk usaha pesantren, disamping dikelola oleh kalangan santri bisa juga di-up keluar melalui medsos atau marketing digital,” jelas Nyai Hj. Fay.
Di penghujung acara workshop, diadakan sesi diskusi oleh para peserta dan pemateri workshop, selanjutnya ditutup dengan do’a oleh ketua MWC NU Weru, KH. Syechu Azmy.***